Senin, 01 Oktober 2012

ESAI


KEKUATAN SEBUAH TULISAN

Oleh. Dewi Rosiani 

Dengan tulisan, kita bisa mengubah dunia


 Di era globalisasi ini, dimana kita dimanjakan dengan fasilitas yang serba ada (media elektronik, media cetak, laptop, neetbook, internet, dll.), arus informasi yang tak terbendung, produk-produk baru yang semakin melenakan, ternyata tidak membuat masyarakat kita sadar betul untuk senantiasa menghidupkan tradisi tulis menulis. Hal ini terlihat dari masih tersendatnya arus perbukuan di pasaran.  
Dari beberapa buku-buku yang terbit saat ini masih banyak didominasi oleh buku-buku terjemahan dan buku-buku dari penulis lawas yang sudah sering berkecimpung di arena ini seperti Asma Nadia dengan buku terbarunya “La Tahzan for Broken Hearted” setelah “Catatan Hati Bunda”, “Catatan Hati Seorang Istri” dan “Karenamu Aku Cemburu”.
Seorang penulis yang melakoni betul tradisi tulis menulis dalam hidupnya, tak jarang yang kemudian menjadi ketagihan, sehingga menulis merupakan suatu kebutuhan, panggilan jiwa yang bila mereka tinggalkan seperti  ada yang hilang. Ide-ide/pemikiran-pemikiran bagai arwah gentayangan yang selalu menghantui  mereka bila belum diabadikan lewat sebuah tulisan.
Penulis yang sudah menjadikan tradisi tulis-menulis dalam hidupnya, entah karena tuntutan profesi atau tuntutan jiwa baru kita temui segelintir saja di negara ini. Para generasi muda pun (para pendidik dan pelajar) masih belum menunjukkan geliatnya untuk menulis. Kalaupun ada hanya itu-itu saja. Padahal, tradisi tulis menulis bak pohon kelapa, bila kita lakoni maka tiada kerugian di dalamnya. sangatlah besar faedahnya. Para penciptanya mungkin bisa mendapat fee atau royalti dari tulisannya. Atau, mungkin selain mendapatkan fee atau royalti, mereka juga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih tentang sebuah ilmu yang mereka dalami. Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui.  
Banyak motivasi dibalik sebuah tulisan. Ada yang sengaja menulis, untuk berbagi atau menyebarkan suatu ilmu. Menyebarkan ilmu untuk kemaslahatan umatnya atau berdakwah. Tidak kita pungkiri ada juga yang bertujuan untuk menyesatkan umatnya (kemudharatan). Oleh   karena itu, penikmat sebuah tulisan hendaknya memilah-milah sebuah tulisan yang akan disantapnya.
Lewat sebuah tulisan, tak jarang banyak penikmat sebuah tulisan terhipnotis dengan isinya dan melakukan apa yang tertulis di dalamnya (persuasif).  Sebuah tulisan memang sebuah media yang empuk untuk mempengaruhi pola pikir penikmatnya, sehingga Teuku Zulkhairi, (2010:2) meyakini kekuatan pena lebih dashyat daripada sebuah senapan. Bahkan menurut saya, lewat sebuah tulisan maka seseorang bisa mengubah dunia.

Saya contohkan saja sebuah buku islami yang mampu menggemparkan dan menggetarkan baik umat Islam maupun umat kristiani, sebuah buku karya Ahmed Deedat, seorang penulis kelahiran India, seorang ahli Islam dan Kristologi  yang lewat karyanya The Choice berhasil meraih anugerah King Faishal Award. Sebuah karya yang monumental ini sudah melanglang buana ke segala penjuru negeri Eropa, Africa, Amerika, dan Asia. Tujuan penulis adalah ingin berdakwah, memberikan wacana tentang agama Islam. Bahwa disebutkan agama Islam adalah agama yang paling sempurna setelah ia malang melintang menggeluti dunia teologis. Buku ini tidak hanya untuk kalangan umat islam saja sebagai sumber referensi peneguh keimanan, membuat para pengikutNya semakin istiqomah,  tetapi buku ini juga bisa dijadikan wacana untuk umat kristiani di dalam membuktikan kebenaran agama yang dianutnya. Buku senada “Bila Nabi Disangka Tuhan” karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman yang mengungkap rahasia Yesus sebenarnya. Buku-buku ini sangat bagus untuk dijadikan referensi dalam melakukan dialog atau debat dengan umat kristiani. Tidak jarang, banyak yang kemudian menjadi mualaf setelah mendalami buku ini. Lewat buku-buku ini pola pikir umat bisa dipengaruhi. Hal ini membuktikan bahwa sebuah tulisan mempunyai sebuah kekuatan yang dashyat.
Disamping buku nonfiksi islami, buku fiksi pun bisa dijadikan media untuk berdakwah, sebut saja Tetralogi Laskar pelangi karya Andrea Hirata yang berhasil merebut hati penikmat sastra. Novel ini berhasil booming dan menjadi novel terlahir pada waktu itu. Dalam novelnya, penulis bercerita tentang sebuah realita pendidikan yang mampu membangkitkan spirit bagi para pendidik, khususnya guru untuk menjadi sosok guru ideal yang diceritakan. Betapa juga para tokoh laskar pelangi dengan semangat pantang menyerah dalam menimba ilmu berhasil memikat hati ribuan bahkan ratusan penikmatnya. Novel ini memang sarat dengan pesan moral yang mengajarkan tentang perjuangan dan nilai-nilai islam. Novel senada “Ayat-ayat Cinta”, “Ketika Cinta Bertasbih", “Perempuan Berkalung Sorban” adalah novel bernada Islami yang berhasil menghipnotis penikmatnya. Karena banyaknya peminat novel-novel tersebut, maka novel ini difilmkan yang ternyata tidak mengecewakan, bahkan penonton harus rela antre untuk melihat filmnya.
Selain sebuah tulisan disebarkan untuk kemaslahatan umatnya, ada juga tulisan disebarkan untuk kemudharatan umat. Sebut saja “ Ayat-ayat Setan” karya Salman Rushdi, penulis Inggris yang dalam bukunya ia menghina Nabi Muhammad Saw dan sempat memancing kemarahan umat muslim di dunia. Ini merupakan salah satu tulisan yang disebarluaskan untuk menjelek-jelekkan agama Islam.
Beberapa buku yang sengaja disebarkan untuk kepentingan politik berdasarkan isu-isu teraktual yang beredar di masyarakat luas seperti adanya makelar kasus juga membuat Abdullah H menulis sebuah judul “Rapor Merah Polisi” di mana buku ini mengungkap kegagalan polisi sebagai institusi penegak kebenaran dan pengayom masyarakat. Buku senada “Testimoni Susno”, “Gurita Cikeas”, dan lainnya walaupun sempat mendatangkan kontroversi, tapi berhasil membuktikan bahwa sebuah tulisan merupakan sarana yang empuk untuk mempengaruhi pembacanya agar yakin dan percaya terhadap tulisannya.
Bukti lain kekuatan sebuah tulisan adalah dijadikannya tolak ukur dari sebuah zaman yang disebut zaman sejarah yaitu zaman mulai dikenalnya sebuah tulisan. Dan lewat sebuah tulisan (al-kitab) pula, banyak peradaban yang akhirnya bisa terkuak, misalnya peradaban Yunani yang dimulai dengan Iliad karya Homer pada abad ke-9 SM yang kemudian berakhir dengan hadirnya kitab perjanjian baru. Peradaban eropa juga dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831). Sementara kehadiran Al-Quran melahirkan adanya peradaban Islam.
Al-Quran sebagai kalam Ilahi adalah sebuah tulisan maha dashyat dan maha sempurna serta paling paripurna yang dimiliki oleh umat Islam. Al-Quran adalah kitab yang dibawa Nabi Muhammad Saw untuk semua umat Islam di jagat raya ini. Sebuah tulisan yang langsung bersumber dari kalam Allah Swt untuk pedoman dan petunjuk para pengikutNya dalam melangkah agar tidak tersesat dalam melangkah. Tulisan yang ada di dalam Al-Quran tak ada seorang pun yang dapat menandinginya dan tiada seorang pun umat Islam yang meragukan kebenaranNya. Inilah bukti kekuatan sebuah tulisan yang maha dashyat.
Tradisi tulis menulis dalam Islam
Kekuatan sebuah tulisan memang sangat berpengaruh dalam segala hal, khususnya pada pola pikir penikmatnya. Sebuah tulisan yang maha dashyat, sebut saja Al-Quran dan buku-buku fiksi nonfiksi baik Islam-nonIslami mampu mengubah suatu dunia. Oleh karena itu, hendaklah kita menyadari betul pentingnya kegiatan tulis-menulis dalam hidup kita.
Mengingat pentingnya kegiatan ini, dalam Islam pun sebenarnya sudah digaungkan bahwa kegiatan tulis menulis adalah sebuah kewajiban setelah membaca. Karena sebetulnya untuk bisa menulis, tentunya kita sudah bergelut dengan kegiatan membaca. Karena membaca adalah kunci untuk kita bisa menulis. 
Sesuai dengan surat yang pertama turun ke muka bumi ini  (Al-Alaq: 1-5) ayat pertama iqra’bismirobbbikalladzi kholaq (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan). Kata iqra’ yang terambil dari kata dasar qara’a pada mulanya berarti “menghimpun”.  Dalam kamus bahasa, ditemukan aneka ragam arti yang antara lain bermakna: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan sebagainya yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakekat “menghimpun” yang merupakan akar kata tersebut. Jadi, membaca disini dalam artian yang luas.
Bersama dengan seruan membaca, muncul juga perintah menulis di dalam Islam (Al- Qalam: 1) Nun,walqolami wamaa yasturuun (nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan). Jadi, perintah iqra’ menganjurkan manusia untuk menelaah, memahami, meneliti dan serangkaian kegiatan lainnya, disusul dengan perintah qalam yaitu menuliskan hasil atau ilmu yang diperoleh dari kegiatan membaca tersebut ke dalam suatu bentuk tulisan, sehingga tidak hilang dan bisa diabadikan untuk kemudian dipelajari dan disebarluaskan kepada umat manusia secara turun temurun.
Tradisi tulis-menulis dalam Islam ini bisa kita tilik bersama bahwa dalam perjalanannya menjadi sebuah Al-Quran yang pada akhirnya dibukukan atau bisa kita sebut Al-Mushaf,  setiap ada ayat/surat Al-Quran yang turun pada waktu itu, Nabi Muhammad Saw senantiasa memanggil sahabat-sahabatnya yang dikenal pandai menulis untuk menuliskannnya kembali ayat/surat yang baru diterimanya. Karena pada waktu itu masih banyak keterbatasan, yaitu belum adanya kertas seperti sekarang ini, mereka menuliskannya kembali di atas batu, pelepah kurma, kulit binatang, tulang, maupun benda-benda lainnya yang dapat digunakan sebagai alas untuk menulisnya. Sedangkan alat tulisnya masih sederhana, ada kalanya memakai kayu atau batu yang sudah diruncingkan. 
Kemudian mulailah pada zaman khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Al-Quran dibukukan, tepatnya tulisan-tulisan yang sudah pernah ditulis pada masa rasul dikumpulkan, beberapa ada yang disalin ke dalam lembaran-lembaran yang kemudian dibukukan. Kegiatan membukukan  dilakukan oleh tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Kegiatan untuk membukukan ayat –ayat suci Al-Quran ini dilandasi karena adanya kekhawatiran gugurnya sekian banyak orang-orang yang hafal Al-Quran pada masa itu, sehingga mahakarya yang sempurna ini bisa saja tidak sampai ke tangan-tangan kita sekarang ini. Al-quran sebagai mahakarya yang abadi akan senantiasa ditemui sampai umat akhir zaman dengan adanya Al-Kitab. Dan ini menentukan keberlangsungan hidup umat muslim di dunia.
Selain Al-Quran sebagai kalam Allah yang tertulis, tradisi tulis menulis di dalam Islam juga kita jumpai pada masa kejayaan Islam waktu itu, di mana banyak-karya-karya monumental yang lahir dari para cendekiawan muslim yang mengkaji berbagai macam disiplin ilmu. sebagai contoh Abu Sina lewat karyanya di bidang kedokteran  Al-Qanun Fi Ath-Thibbi, Al-Khawarizmi pencipta aljabar (ilmu ukur/matematika), Ibnu Rusyd dengan filsafat yunaninya yang mampu memberikan koreksi dan catatan kaki atas kekeliruan yang ada di dalam buku mereka berhasil melahirkan Bidayah-Al-Mujtahid, sebuah rujukan perbandingan mazhab dalam ilmu fiqih, Al-Haitsam penemu optik, Al-Idrisi , Al-Biruni, Ibnu Khaldun, dan tokoh-tokoh islam lainnya.
Islam mengalami kejayaannya ketika banyak sekali para tokoh-tokoh Islam menghasilkan sebuah karyanya terutama tulisan. Tulisan menjadikan sesuatu tradisi yang vital untuk mengabadian sebuah penemuan, ajaran, pengetahuan, atau ilmu yang mereka peroleh dari kegiatan membaca (menelaah, mencoba, mengamati, merumuskan) suatu peristiwa. Banyaknya para cendekiawan yang berilmu menentukan kejayaan/peradaban suatu bangsa/umat.
            Lewat sebuah tulisan pula, saya ingin mengumandangkan bahwa kita sebagai umat manusia, khususnya umat Islam tradisi tulis-menulis ini hendaknya kita lestarikan dan senantiasa berusaha untuk melanggengkannya. Mengingat banyak sekali faedah yang kita dapatkan dan tentunya semakin mudahnya fasilitas yang ada, sudah selayaknya tradisi ini berkembang, layaknya jamur.
            Tidak kita pungkiri, melihat fenomena yang sedang terjadi, di mana semakin menjamurnya warnet karena pengaruh era global di mana arus informasi begitu derasnya, para pemuda sebagai generasi  penerus bangsa semakin terbuai dan terlena menikmati fasilitas yang ada untuk sesuatu yang kita kategorikan sia-sia. Banyak pemuda, pelajar khususnya berhura-hura dengan facebook, twitter, atau sejenisnya, chatting, download gambar-gambar vulgar, ringtone dan sangat sedikit sekali yang membuka situs-situs jendela informasi, berita, dan ilmu yang sebenarnya lebih bermanfaat untuk mereka. Pemikiran mereka menjadi tumpul dan dangkal. Hal ini jelas akan mempengaruhi pola pikir dan keberlangsungan suatu negara.
Dashyatnya kekuatan sebuah tulisan yang saya utarakan di depan, setidaknya menyadarkan kita semua, khususnya generasi penerus bangsa untk memanfaatkan waktu mudanya melakukan hal-hal yang berguna, jauh dari kesia-siaan. Berlomba-lomba untuk selalu mengabadikan segala peristiwa, informasi, ajaran, pengetahuan, ilmu ke dalam bentuk tulisan untuk sekedar berbagi atau berdakwah, mengingat juga ketika kita menulis kita akan memperoleh pemahaman yang lebih dan tiada ruginya kegiatan tulis menulis dilakukan. Kegiatan ini diharapkan bisa menjadikan sebuah tradisi yang bisa meningkatkan wawasan, pengetahuan , sikap, etika untuk lebih membangun dan meningkatkan peradaban negara kita tercinta, khususnya untuk mengembalikan kejayaan Islam, di mana banyak para tokoh, pelajar, pendidik, cendekiawan berlomba-lomba menciptakan karya-karya yang handal dan monumental. Mari kita hidupkan arwah tulis-menulis di bumi kita tercinta ini. 

(Sepenggal Esai dalam Buku Menulis Tradisi Intelektual Muslim, Youth Publisher, 2011)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar